Bab I
Semikonduktor
Semikonduktor adalah sebuah bahan dengan konduktivitas listrik yang berada di antara insulator (isolator) dan konduktor. Semikonduktor disebut juga sebagai bahan setengah penghantar listrik. Suatu semikonduktor bersifat sebagai insulator jika tidak diberi arus listik dengan cara dan besaran arus tertentu, namun pada temperatur, arus tertentu, tatacara tertentu dan persyaratan kerja semikonduktor berfungsi sebagai konduktor, misal sebagai penguat arus, penguat tegangan dan penguat daya. Untuk menggunakan suatu semikonduktor supaya bisa berfungsi harus tahu spesifikasi dan karakter semikonduktor itu, jika tidak memenuhi syarat operasinya maka akan tidak berfungsi dan rusak. Bahan semikonduktor yang sering digunakan adalah silikon, germanium, dan gallium arsenide.
1.1 Teori Atom
Tahun 1913, Niels Bohr mengemukakan bahwa Elektron-elektron dari suatu atom tersusun atas beberapa kulit atau orbit yang berada pada jarak yang berbeda dari inti atom.
Gagasan bahwa materi terdiri dari unit diskret adalah salah satu yang sangat tua, muncul dalam banyak kebudayaan kuno seperti Yunani dan India. Namun, ide-ide ini lebih berdasarkan penalaran filosofis dan teologis daripada bukti ilmiah dan eksperimen. Oleh karena itu, mereka tidak bisa meyakinkan semua orang, jadi atomisme hanyalah salah satu dari sejumlah teori yang bersaing pada sifat materi. Menjelang abad ke-19 ide tersebut dipelajari dan disempurnakan oleh ilmuwan, sebagai zaman keemasan ilmu kimia yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dengan mudah dijelaskan menggunakan konsep atom. Menjelang akhir abad ke-18, dua kaidah tentang reaksi kimia muncul tanpa mengacu pada gagasan teori atom. Pertama adalah hukum kekekalan massa, yang dirumuskan oleh Antoine Lavoisier pada tahun 1789, yang menyatakan bahwa total massa dalam reaksi kimia adalah tetap (yaitu, reaktan memiliki massa yang sama dengan produk).[2] Kaidah kedua adalah hukum perbandingan tetap. Kaidah ini pertama kali dibuktikan oleh kimiawan Perancis Joseph Louis Proust pada tahun 1799.[3] Hukum ini menyatakan bahwa jika suatu senyawa dipecah menjadi unsur penyusunnya, maka massa konstituen akan selalu memiliki perbandingan yang sama, terlepas dari kuantitas atau sumber substansi aslinya. John Dalton mempelajari dan mengembangkan hasil karya sebelumnya dan mengembangkan hukum perbandingan berganda: jika dua unsur dapat digabungkan untuk membentuk sejumlah senyawa yang mungkin, maka perbandingan massa unsur kedua yang bergabung terhadap massa tetap unsur pertama adalah perbandingan bilangan bulat sederhana. Sebagai contoh: Proust telah mempelajari oksida timah dan menemukan bahwa massa mereka adalah 88,1% timah dan 11,9% oksigen atau 78,7% timah dan 21,3% oksigen (masing-masing adalah timah(II) oksida dan timah dioksida). Dalton mencatat dari persentase ini bahwa 100 g timah akan bergabung baik dengan 13,5 g atau 27 g oksigen; 13,5 dan 27 membentuk rasio 1:2. Dalton menemukan bahwa teori atom suatu materi dapat menjelaskan pola umum dalam kimia ini dengan indah. Sehubungan dengan timah oksida Proust, satu atom timah akan bergabung dengan satu atau dua atom oksigen.[4] Berbagai atom dan molekul seperti yang digambarkan dalam A New System of Chemical Philosophy (1808) karya John Dalton. Dalton juga percaya teori atom dapat menjelaskan mengapa air menyerap gas yang berbeda dalam proporsi yang berbeda - misalnya, ia menemukan bahwa air jauh lebih baik menyerap karbon dioksida daripada menyerap nitrogen.[5] Hipotesis Dalton adalah karena perbedaan dalam massa dan kompleksitas partikel masing-masing gas. Memang, molekul karbon dioksida (CO2) lebih berat dan lebih besar daripada molekul nitrogen (N2). Dalton mengajukan teori bahwa setiap unsur kimia terdiri dari atom tunggal, dengan jenis yang unik, dan meskipun mereka tidak dapat diubah atau dihancurkan dengan cara kimia, mereka dapat bergabung untuk membentuk struktur yang lebih kompleks (senyawa kimia). Ini dianggap sebagai teori atom pertama yang benar-benar ilmiah, karena Dalton menarik kesimpulan berdasarkan eksperimen dan pemeriksaan hasil penelusuran empiris. Pada tahun 1803 Dalton secara lisan menyajikan daftar berat atom relatif pertamanya untuk sejumlah zat. Makalah ini diterbitkan pada tahun 1805, tetapi ia tidak membahas dengan pasti cara ia memperoleh angka-angka ini.[5] Metode ini pertama kali terungkap pada tahun 1807 oleh koleganya, Thomas Thomson, dalam buku teks Thomson edisi ketiga, Sistem Kimia (A System of Chemistry). Akhirnya, Dalton menerbitkan laporan lengkap dalam buku teksnya sendiri, Sistem Baru Filsafat Kimia (A New System of Chemical Philosophy), pada tahun 1808 dan 1810. Dalton memperkirakan berat atom menurut rasio massa di mana mereka digabungkan, dengan atom hidrogen diambil sebagai kesatuan. Namun, Dalton tidak memikirkan bahwa terdapat beberapa unsur atom berada dalam bentuk molekul—misalnya oksigen murni terdapat sebagai O2. Dia juga salah kaprah bahwa senyawa paling sederhana antara dua unsur selalu hanya terdiri dari masing-masing satu atom (jadi dia berpendapat air adalah HO, bukan H2O).[6] Hasil ini merupakan suatu kecatatan, di samping peralatannya yang belum mendukung. Misalnya, pada tahun 1803 ia yakin bahwa atom oksigen 5,5 kali lebih berat daripada atom hidrogen, karena dalam air ia mengukur 5,5 gram oksigen untuk setiap 1 gram hidrogen dan meyakini rumus untuk air adalah HO. Dengan mengadopsi data yang lebih baik, pada tahun 1806 ia menyimpulkan bahwa berat atom oksigen yang sebenarnya adalah 7 bukannya 5,5, dan dia mempertahankan berat ini selama sisa hidupnya. Ilmuwah lain pada masa itu sudah menyimpulkan bahwa berat atom oksigen seharusnya 8 relatif terhadap hidrogen yang sama dengan 1, jika diasumsikan rumus Dalton untuk molekul air adalah HO, atau 16 jika diasumsikan menggunakan rumus air modern H2O.[7] Avogadro[sunting | sunting sumber] Cacat dalam teori Dalton diperbaiki secara mendasar pada tahun 1811 oleh Amedeo Avogadro. Avogadro telah mengusulkan bahwa volume yang sama dari dua gas, pada temperatur dan tekanan yang sama, mengandung jumlah molekul yang sama (dengan kata lain, massa partikel gas tidak mempengaruhi volume yang menempati).[8] Hukum Avogadro memungkinkannya untuk menyimpulkan sifat diatomik dari berbagai gas dengan mempelajari volume di mana mereka bereaksi. Misalnya: karena dua liter hidrogen akan bereaksi dengan hanya satu liter oksigen untuk menghasilkan dua liter uap air (pada tekanan dan temperatur konstan), maka itu berarti molekul oksigen tunggal terbagi menjadi dua untuk membentuk dua partikel air. Dengan demikian, Avogadro mampu menawarkan perkiraan yang lebih akurat dari massa atom oksigen dan berbagai elemen lainnya, serta membuat pembeda yang jelas antara molekul dan atom. Gerak Brown[sunting | sunting sumber] Pada 1827, ahli botani Inggris Robert Brown mengamati bahwa partikel debu di dalam serbuk sari yang mengambang di air terus bergoyang-goyang tanpa alasan yang jelas. Pada tahun 1905, Albert Einstein berteori bahwa gerak Brown ini disebabkan oleh molekul air terus menerus mengetuk butiran-butiran, dan mengembangkan model matematika hipotetis untuk menggambarkan hal itu.[9] Model ini divalidasi secara eksperimental pada tahun 1908 oleh fisikawan Perancis Jean Perrin, sehingga memberikan validasi tambahan untuk teori partikel (dan dengan perluasan teori atom). Penemuan partikel subatomik[sunting | sunting sumber] !Artikel utama untuk bagian ini adalah: Elektron dan Model puding prem Sinar katoda (biru) yang dipancarkan dari katoda, dipertajam menjadi sorot dengan menggunakan celah, kemudian dibelokkan ketika melewati antara dua lempeng listrik. Atom dianggap sebagai bagian terkecil dari materi sampai 1897 ketika J.J. Thomson menemukan elektron melalui karyanya pada sinar katoda.[10] Sebuah tabung Crookes adalah wadah kaca tertutup di mana dua elektrode dipisahkan oleh ruang hampa. Sinar katoda dihasilkan ketika tegangan diterapkan di seluruh elektroda, menciptakan partikel bersinar yang menyerang kaca di ujung tabung yang berlawanan. Melalui eksperimen, Thomson menemukan bahwa sinar dapat dibelokkan oleh medan listrik (selain medan magnet, yang sudah dikenal). Dia menyimpulkan bahwa sinar ini, bukannya bentuk cahaya, melainkan sesuatu yang terdiri dari partikel bermuatan negatif yang sangat ringan yang ia sebut "corpuscles" (kelak diganti namanya menjadi elektron oleh ilmuwan lain). Ia mengukur rasio massa terhadap muatan dan menemukan itu 1800 kali lebih kecil daripada hidrogen, atom terkecil. Corpuscles ini tidak seperti partikel lain yang telah dikenal sebelumnya. Thomson menyatakan bahwa atom dapat dibagi, dan bahwa corpuscles adalah balok-balok bangunannya.[11] Untuk menjelaskan muatan netral keseluruhan atom, ia mengajukan teori bahwa corpuscles didistribusikan dalam lautan muatan positif yang seragam; ini adalah model puding prem[12] karena elektron tertanam dalam muatan positif seperti prem dalam puding prem (meskipun dalam model Thomson mereka tidak dalam kondisi stasioner). Penemuan inti atom[sunting | sunting sumber] !Artikel utama untuk bagian ini adalah: Model Rutherford Percobaan Geiger-Marsden Kiri: Hasil yang diharapkan: partikel alfa melewati atom model puding prem dengan mengabaikan pembelokan. Kanan: Hasil yang teramati: sebagian kecil dari partikel dibelokkan oleh konsentrasi muatan pada inti atom. Pada tahun 1909, model puding prem Thomson dibantah oleh salah seorang mantan mahasiswanya, Ernest Rutherford, yang menemukan bahwa sebagian besar massa dan muatan positif atom terkonsentrasi di sebagian kecil dari volume, yang diasumsikan berada di pusat atom. Dalam percobaan Geiger–Marsden, Hans Geiger dan Ernest Marsden (rekan dari Rutherford yang bekerja mewakilinya) menembakkan partikel alfa pada lembaran tipis logam dan diukur defleksi mereka menggunakan layar fluoresen.[13] Mengingat massa elektron yang sangat kecil, momentum tinggi partikel alfa, dan rendahnya konsentrasi muatan positif pada model puding prem, sang peneliti mengharapkan semua partikel alfa dapat melewati kertas logam tanpa pembelokan yang bermakna. Ternyata mereka menemukan hal yang mencengangkan. Sebagian kecil dari partikel alfa mengalami pembelokan tajam. Rutherford menyimpulkan bahwa muatan positif di dalam atom harus terkonsentrasi dalam volume yang sangat kecil agar dapat menghasilkan medan listrik yang cukup kuat untuk membelokkan partikel alfa dengan sebegitu kuat. Hal ini menyebabkan Rutherford mengajukan teori model planet di mana awan elektron mengelilingi inti kecil dan kompak yang bermuatan positif. Hanya konsentrasi muatan semacam itulah yang bisa menghasilkan medan listrik cukup kuat untuk menyebabkan pembelokan tajam.[14] Tahap pertama menuju model atom fisika kuantum[sunting | sunting sumber] !Artikel utama untuk bagian ini adalah: Model atom Bohr Model atom planet memiliki dua kekurangan yang signifikan. Pertama adalah bahwa, tidak seperti planet mengorbit matahari, elektron adalah partikel bermuatan. Muatan listrik yang dipercepat diketahui memancarkan gelombang elektromagnetik menurut rumus Larmor dalam elektromagnetisme klasik. Muatan yang mengorbit, logikanya akan terus kehilangan energi dan bergerak spiral menuju inti, bertabrakan dengan inti dalam hitungan detik. Masalah kedua adalah bahwa model planet tidak bisa menjelaskan emisi puncak dan penyerapan spektrum atom yang diamati. Model atom Bohr Teori kuantum merevolusi fisika di awal abad ke-20, ketika Max Planck dan Albert Einstein mendalilkan bahwa energi cahaya dipancarkan atau diserap dalam jumlah diskret yang diketahui sebagai kuanta (tunggal, kuantum). Pada tahun 1913, Niels Bohr memasukkan ide ini ke dalam model atom Bohr, di mana sebuah elektron hanya bisa mengorbit inti dalam orbit lingkaran tertentu dengan momentum sudut dan energi tetap, jarak dari inti (yaitu, jari-jari atom) sebanding dengan energinya.[15] Dengan model ini elektron tidak bisa bergerak spiral ke dalam inti karena tidak kehilangan energi secara terus menerus; sebaliknya, hal itu hanya bisa membuat "lompatan kuantum" seketika antar tingkat energi yang ditetapkan.[15] Ketika ini terjadi, cahaya dipancarkan atau diserap pada frekuensi yang sebanding dengan perubahan energi (maka penyerapan dan emisi cahaya merupakan spektrum diskrit).[15] Model Bohr tidak sempurna. Ini hanya bisa memprediksi garis spektrum hidrogen; dan tidak bisa memprediksi atom multielektron. Lebih buruk lagi, tatkala teknologi spektrografik ditingkatkan, teramati garis spektrum tambahan dalam hidrogen, yang tidak dapat dijelaskan menggunakan model Bohr. Pada tahun 1916, Arnold Sommerfeld menambahkan orbit elips dengan model Bohr untuk menjelaskan garis emisi tambahan tersebut, tetapi ini membuat model menjadi sangat sulit untuk digunakan, dan masih tidak dapat menjelaskan atom yang lebih kompleks. Penemuan isotop[sunting | sunting sumber] !Artikel utama untuk bagian ini adalah: Isotop Saat bereksperimen dengan produk peluruhan radioaktif, pada tahun 1913 radiokimiawan Frederick Soddy menemukan bahwa tampaknya ada lebih dari satu unsur pada setiap posisi dalam tabel periodik.[16] Istilah isotop kemudian diciptakan oleh Margaret Todd sebagai nama yang cocok untuk unsur ini . Pada tahun yang sama, J.J. Thomson melakukan percobaan di mana ia menyalurkan aliran ion neon melalui medan magnet dan listrik, kemudian menghantam piring fotografi di ujung lain. Dia mengamati dua partikel bercahaya di piring, yang menunjukkan dua lintasan defleksi yang berbeda. Thomson menyimpulkan ini karena beberapa ion neon memiliki massa yang berbeda.[17] Sifat massa yang berbeda ini kelak dijelaskan oleh penemuan neutron pada tahun 1932. Penemuan partikel nuklir[sunting | sunting sumber] !Artikel utama untuk bagian ini adalah: Inti atom Pada tahun 1917 Rutherford membombardir gas nitrogen dengan partikel alfa dan mengamati inti hidrogen yang dipancarkan dari gas (Rutherford menyadari hal ini, karena ia sebelumnya telah memperolehnya melalui bombardir hidrogen dengan partikel alfa, dan mengamati inti hidrogen di dalam produk). Rutherford menyimpulkan bahwa inti hidrogen muncul dari inti atom nitrogen sendiri (artinya, ia telah memecah nitrogen).[18] Dari karyanya sendiri dan karya murid-muridnya Bohr dan Henry Moseley, Rutherford mengetahui bahwa muatan positif dari setiap atom selalu bisa disamakan dengan jumlah inti hidrogen. Ini, digabung dengan massa atom dari banyak unsur yang kira-kira setara dengan jumlah dari atom hidrogen - yang kemudian diasumsikan partikel paling ringan - membuatnya menyimpulkan bahwa inti hidrogen adalah partikel tunggal dan konstituen dasar dari semua inti atom. Dia menamakan partikel tersebut sebagai proton. Eksperimen lanjutan yang dilakukan oleh Rutherford menemukan bahwa massa nuklir kebanyakan atom melebihi jumlah proton yang dimilikinya; ia berspekulasi bahwa kelebihan massa ini terdiri dari partikel bermuatan netral yang hingga saat itu belum diketahui. Julukan sementara untuk partikel ini pada saat itu adalah "neutron". Pada tahun 1928, Walter Bothe mengamati bahwa berilium memancarkan radiasi elektrik netral berdaya tembus besar ketika dibombardir dengan partikel alfa. Terungkap pula di kemudian hari bahwa radiasi ini dapat mengusir atom hidrogen dari paraffin wax. Awalnya itu disangka sebagai radiasi gamma berenergi tinggi, karena radiasi gamma memberi efek serupa pada elektron di dalam logam. Akan tetapi, James Chadwick menemukan bahwa dampak ionisasi yang ditimbulkan terlalu kuat untuk suatu radiasi elektromagnetik, sepanjang energi dan momentumnya konstan dalam interaksi tersebut. Pada tahun 1932, Chadwick memapar berbagai unsur, seperti hidrogen dan nitrogen, dengan "radiasi berilium". Berdasarkan pengukuran energi partikel bermuatan, ia menyimpulkan bahwa radiasi sejatinya terbentuk dari parikel netral yang bermassa mirip dengan proton (sementara sinar gamma adalah partikel nirmassa bermuatan netral). Chadwick menegaskan partikel ini sebagai neutron Rutherford.[19] Pada tahun 1935 Chadwick menerima Anugerah Nobel atas karyanya mengungkap keberadaan neutron. Model atom fisika kuantum[sunting | sunting sumber] !Artikel utama untuk bagian ini adalah: Orbital atom Lima orbital atom neon yang terisi penuh, dipisahkan dan ditata sesuai urutan kenaikan energi dari kiri ke kanan, dengan tiga orbital terakhir memiliki tingkat energi yang sama. Masing-masing orbital berisi dua elektron, yang kemungkinan berada dalam zona-zona yang disajikan dalam bentuk gelembung berwarna. Masing-masing elektron terdapat dalam kedua zona orbital secara seimbang, terlihat di sini bahwa warna hanya untuk menyoroti fasa gelombang yang berbeda. Pada tahun 1924, Louis de Broglie mengajukan teori bahwa semua partikel bergerak—terutama partikel subatomik seperti elektron—menunjukkan perilaku mirip gelombang. Erwin Schrödinger, yang terkesan dengan ide ini, menggali lebih jauh kebenaran bahwa gerak elektron dalam atom dapat dijelaskan lebih baik sebagai gelombang daripada sebagai partikel. Persamaan Schrödinger, dipublikasikan tahun 1926,[20] menjelaskan elektron sebagai fungsi gelombang dan bukan sebagai partikel. Pendekatan ini dengan elegan memprediksi banyak fenomena spektrum yang gagal dijelaskan oleh model Bohr. Meskipun konsep ini mudah secara matematis, namun sulit divisualisasikan, dan menghadapi penentangan.[21] Salah satu kritik, Max Born, mengusulkan sebaliknya bahwa fungsi gelombang Schrödinger menjelaskan tidak hanya elektron saja melainkan semua kondisi yang mungkin terjadi, dan dengan demikian dapat digunakan untuk menghitung probabilitas menemukan elektron pada setiap lokasi tertentu di sekitar inti.[22] Ini merekonsiliasi dua teori yang bertentangan elektron sebagai partikel vs gelombang sekaligus melahirkan ide dualisme gelombang-partikel. Teori ini menyatakan bahwa elektron memiliki sifat seperti gelombang sekaligus partikel. Contohnya, ia dapat dihamburkan seperti gelombang, dan memiliki massa seperti partikel.[23] Konsekuensi penjabaran elektron sebagai bentuk gelombang adalah bahwa tidak memungkinkan secara matematis untuk menurunkan secara simultan posisi dan momentum suatu elektron. Ini kemudian dikenal sebagai prinsip ketidakpastian Heisenberg setelah ahli fisika teori Werner Heisenberg menjelaskan dan mempublikasikannya pertama kali tahun 1927.[24] Ini membuat model Bohr menjadi tidak valid lagi. Model atom modern menjelaskan posisi elektron dalam atom sebagai suatu probabilitas. Sebuah elektron dapat ditemukan pada jarak berapapun dari inti atom, tetapi, tergantung tingkat energinya, berada lebih sering pada region tertentu daripada region lainnya. Pola ini yang dirujuk sebagai orbital atom. Orbital berada dalam bentuk yang bervariasi sferis, barbel, torus, dsb. dengan inti atom berada di tengah.[
Komentar
Posting Komentar